Ramen Seirock-Ya di Akhir Pekan (UPDATED)

Ada tempat yang selalu jadi pelarian saya dan Mas Gepeng ketika memiliki Sabtu yang malas, Sabtu yang bikin kami begitu enggan masuk dapur bahkan untuk sekedar masak mi instan dan akhirnya menahan lapar dari pagi. Tempat itu bernama Ramen Seirock-Ya. Ramen anti-babi-babi-club alias halal ini selalu jadi pemuas lahir dan batin apabila perut kami kosong melompong dan berharap segera diisi dengan sesuatu yang ramah seperti semangkuk ramen toripaitan.

Kalau mau makan Seirock-Ya di akhir pekan, harus siap antre 15 – 20 menit. Lebih ganas ketika nunggu di hari kerja pas jam makan siang, di cabang Plaza Indonesia. Bisa satu jam bok! Jadi mending datang lebih awal atau sore sekalian. Hal yang saya lakukan saat mengantre adalah mengamati mereka yang sedang menikmati ramen atau nonton aktivitas para staf di open kitchen. Lumayan seru nih. Saya jadi tahu bahwa mereka merendam gyoza di air tepung maizena sebelum digoreng, ide yang mirip dengan di Izakaya Bottakuri, dengan tujuan supaya kulit gyoza lebih garing.

Ramen Seirock-Ya punya empat pilihan kaldu ramen, tapi favorit kami adalah toripaitan extrim dan toripaitan shoyu. Keduanya harus dengan mi setengah matang, tambahan telur untuk saya dan yang pedas untuk Mas Gepeng. Nah saya sendiri punya kebiasaan berbeda, yaitu selalu makan menu nasi dulu baru makan ramen. Hanya di Seirock-Ya saya bisa begini, membuktikan perbedaan rakus atau doyan yang ternyata tipis wqwq.

Resep mentai mini don andalan saya hanyalah di tambahan kuah ramen. Paling dahsyat kalau pakai kuah toripaitan extrim baik yang asli maupun sudah ditetesi perasan lemon. Semua diaduk rata, lalu habiskan. Mata saya terpejam panjang saat sesendok adukan nasi, telur ikan, dan kuah ramen masuk ke mulut. Rasa pahit, sedikit manis, dan gurih kaldu bersatu menari-nari dari mulut hingga perut. Rasanya luar biasa seimbang, pun kelembutannya membasahi bibir dan memanjakan sanubari. Ini enak banget. Setelah itu, saya lanjut melahap ramen yang sudah suam-suam kuku.

Dari ulasan di atas, kalian pasti paham betapa enak dan berharganya ramen ini. Tapi pekan lalu, saat saya makan di Plaza Indonesia dan punya banyak sekali waktu untuk menyaksikan seluruh aktivitas di dapur mereka, saya tertegun dan terkaget dan hati ini terpoteque. Tenang pemirsa, ini bukan soal tikus atau kecoak atau ada staf yang ngupil terus lanjut masak mi. Semua staf bersih, dapur pun bersih. Ini soal penggunaan pelastik yang gak efisien. Jeng jeng jeng jeng.

Misal misal kayak bungkus bumbu cair yang dituang dalam satu wadah. Nah bumbu cair itu dibungkus kecil-kecil. Jadi untuk satu wadah, butuh banyak bungkus bumbu. Hmmm bukannya lebih enak kalau taruh dalam jerigen sekalian? Atau bungkusnya sekalian gede gitu. Terus lagi pelastik buat bungkus mi per porsi. Kalau liat tukang mi ayam, mereka taruh mi dalam satu wadah besar, biasanya laci gerobak atau reusable kontainer pelastik. Kenapa Seirock-ya gak gitu saja sih ya? Lebih hemat bukan?

Memang kalau take-out, Seirock-ya sudah menyediakan tote bag yang bisa dipakai lagi. Kemasan makanannya juga pakai kotak kertas. Tapi, IMHO ya ini, rasanya gak sebanding sama sampah pelastik yang dihasilkan setiap hari. Kalau urusan vegan/vegetarian friendly, tentu gak. Meski gak makan dagingnya, kuah kaldu Seirock-ya murni berasal dari ayam dan seafood yang diolah sedemikian rupa hingga menghasilkan kolagen yang bisa bikin kulit sehat dan kinclong. Eh beneran lho ini, setiap habis makan di sana, bibir jadi plumply dan lembut seharian. Langsung pengin ciuman #LAH.