Jadi, bagaimana Yogyakarta?
Salah satu tempat selalu yang saya datangi ketika ke Jogja adalah Toko Jamu Ginggang. Jamu yang dijual disini banyak macemnya. Di bagi dalam 3 kelompok ada jamu biasa, jamu dingin, dan jamu telur. Untuk yang familiar sama jamu gendong yang suka keliling rumah menjual beras kencur, paitan, kunir asem, temulawak, watukan, itu semua masuk jamu biasa. Kalo mereka semua jadi dingin, namanya jadi jamu dingin. Nah kalo jamu telur, jamu biasa dikasih additional kaya telur ayam kampung, madu, dan anggur. Saya paling favorit jamu yang pake telur dan madu, entah itu beras kencur, kunir asem, uyup-uyup, atau ngeres linu.
Jamu disini dibuat langsung oleh ahlinya dengan racikan yang sudah turun temurun dan terpercaya. Toko Jamu Ginggang memungkinkan orang untuk melihat pengolahan dan pencampuran jamu karena konsep toko ini open kitchen. Bersihnya dapur dan tempat makan membuat saya yakin selain sehat, jamu disini juga higienis.
Berniat mencoba sesuatu yang belum pernah, saya memesan jamu galian putri dengan telur dan madu -dan Mas Gepeng adalah penggemar setia jamu paitan. Tampilan jamu galian putri butek dengan ampas rempah-rempah yang memenuhi dinding gelas. Setelah mengaduk mencampur telur dan madu dengan jamu, saya lalu menegak. Dan saya kasih tau ya, serius. Ini jamu ga enak! Jauh lebih ga enak dari paitan! Serius! Rasanya pahit, rempahnya tajam banget, pedas, aneh, mencekik, mencekam, menderita! Enggan menerima gelar kufur jamu, saya menghabiskannya seteguk, minum jahe, lalu teguk, minum jahe lagi, teguk lagi, minum jahe lagi, sesekali istirahat mengembalikan mental. Saya habis dua gelas jahe untuk segelas jamu galian putri.
Tapi saya tetap cinta jamu! Saya akan minum jamu lagi disini, dengan telur dan madu, lalu bergurau santai kala sore. Jamu, Jogja, dan sore hari memang sempurna.
2 Comments. Leave new
Jamu Ginggang deket rumah sayaaa justiiiin !!!! 😀
ih dimanaya? besok kalo kesana kita ngejamu bareng doong