Let’s imagine something fun here. I was in a talk show held in Korean restaurant. So many people come, ada yang dari Jombang, Madagaskar, Labuan Bajo, dan dari Amerika Utara. Topik hari ini adalah tentang hanok, semua tamu bebas bertanya tentang hanok. Berhubung saya baru sekali pergi ke hanok, sendirian pula, jadi saya menjawab pertanyaan sebisa saya. Yang belum terjawab bisa doakan saya kembali lagi ke Korea untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi tentang hanok, entah yang punya Korea Selatan maupun Korea Utara. Berikut beberapa pertanyaan yang berhasil didokumentasikan oleh tim aplatefortwo.com pada saat talk show. Cekidot!
Apa itu hanok?
Hanok adalah rumah tradisional Korea, yang kalau di Seoul bisa kita temui di Bukchon dan Namsan. Prinsip pembangunannya mengacu pada istilah baesanimsu, yaitu mengatur rumah untuk dibangun membelakangi gunung dan menghadap sungai, jadi rumahnya adem. Biasanya hanok juga dibangun menghadap timur atau selatan supaya cukup mendapat sinar matahari.
Komposisi bangunannya sangat sederhana yaitu dengan kayu, tanah, batu, jerami, kertas, dan genting. Namun seiring waktu, orang-orang kaya ini membuat hanok sedikit lebih modern dengan menempatkan elemen besi, alumunium, atau apapun lah yang abu-abu dan bermesin.
Eh, orang kaya?
Iya betul. Memang sudah pasti zaman dulu orang Korea tinggalnya di hanok. Bedanya kalau orang kaya atapnya pakai genting (giwajip), orang qismin pakai jerami (chogajip). Tapi saat mengunjungi Bukchon Hanok Village, di mana rumah-rumah ini masih ditempati, saya melihat terlalu banyak kemewahan seperti satu rumah mobilnya 3, rumahnya terlalu kinclong, CCTV dimana-mana, bel dengan kamera, gembok dengan kode, garasi otomatis, pokoknya saya sungguh terkesima. Saya kira ini literally village, tapi ini rich village —dan gak ada sobat KKN di sini.
Apa yang istimewa dari hanok?
Semua bagian hanok itu istimewa, namun ada satu yang khas banget adalah ondol. Bukan odol, bukan dodol. On-dol. Yaitu sistem penghangat lantai yang cara kerjanya adalah dengan mengalirkan hawa panas dari kompor kayu di dapur ke seluruh ruangan lewat terowongan di bawah lantai. Zaman sekarang memang sudah gak begitu lagi karena kan masaknya sudah pakai kompor. Tapi buat saya yang sangat kreatif ini, ide ondol itu wow brilian sekali. Seperti sebuah penemuan mutakhir abad ini. Itu lah kenapa bagian rumah selain dapur dibangun agak tinggi, seolah ada panggung dibawahnya.
Buat yang mau lihat seperti apa pemanfaatan ondol, coba nonton Reply 1988, cari yang edisi musim dingin. Mereka masih menggunakan sistem ondol hanya saja panas bukan berasal dari aktivitas dapur melainkan batu bara yang dibakar di tungku ondol—meski sebenarnya di tahun itu, mereka juga sudah mulai menggunakan penghangat listrik (ingat adegan Sung Duk-seon membawa alas tidur listrik untuk Choi Taek saat kejuaraan baduk di Cina?)
Bagaimana cara cepat mengenali hanok?
Hanok benar-benar sudah jarang di Korea dan yang di Bukchon pun bukan bangunan dari zaman dahulu karena paska perang semua bangunan hanok sudah dihancurkan. Jadi kalau kamu lihat bangunan dengan genting seperti poni yang ujungnya diblow ke luar, nah itu dia hanok. You don’t even need a blink! Hanok menjadi bangunan yang unik dan outstanding di Korea.
Apa maksud ujung diblow keluar?
Genting hanok, atau orang Korea menyebutnya cheoma, itu khas ya bro n sis. Biasanya berwarna gelap antara abu-abu atau hitam kebiruan. Disusun rapih seperti sawah yang belum ditanami, dan tepiannya mencuat ke luar ke atas, seperti rambut diblow wkwk. Di ujung genting tampak sebuah ukiran bergambar wajah bapak tua beralis dan berjengot lebat. Saya gak tahu ini simbol apa, tapi melihat ekspresi garangnya, saya rasa ini adalah semacam dewa penjaga rumah, seolah memberi peringatan untuk gak berani melakukan hal jahat di rumah ini. Semacam Dewa Ni-o. Atau Dewa Bujana.
Apakah hanok juga memakai pagar?
Jika melihat mayoritas bangunan baik di Bukchon maupun di Namsan, hanok selalu dikelilingi oleh pagar dinding dengan pintu gerbang dari kayu. Tembok kayu ini biasanya bertekstur kasar dengan genting tersusun rapih diatasnya. Motif dinding juga biasanya rapih dari bentuk kotak-kotak, motif sederhana, atau bentuk alami mengikuti garis bata atau beton. Masih cakep lah buat latar foto.Hanok zaman dulu memiliki lahan yang luas, sehingga jarak antara pagar dan bangunan lumayan jauh. Tapi kalau lihat di Bukchon, jaraknya gak terlalu jauh. Habis buka pintu pagar terus langsung pintu rumah. Kesimpulannya apa? Baik di Indonesia maupun di Korea, harga tanah memang semakin mahal wkwk.
Bagaimana cara kita masuk ke hanok?
Monmaap ibu, apaqa pertanyaan ini diperlukan? Apaqa ibu serius? Yaaa menurut nganaaa masuk rumah gimana caranyaaa kalau gak ketok ketok terus samlikum terus masuk saja lewat pintunyaaa! Itu kalau hanok memang terbuka untuk umum yha, kalau gak ya foto lalu lewat saja.
Apakah bagian dalam hanok juga keren?
Sebelum masuk, ada hal menarique yang saya temui pas ke Namsan. Saya melihat rumah yang bentuknya seperti kawasan. Jadi ketika masuk ke gerbang, kamu langsung berhadapan dengan lapangan luas (madang) dan bangunan hanok mengelilingi. Seperti sebuah guest house, meski nyatanya ini tempat tinggal seorang tuan tanah bernama Yun Deokyeong, paman dari istri Kaisar Sunjong.Desain letter U seperti ini menyesuaikan lokasi hanok yang berada di daerah dengan musim panas lebih panjang lho gengs, jadi lapangan luas itu fungsinya untuk menyimpang angin supaya rumah tetap adem. Kalau yang di daerah dingin beda lagi desainnya. Kalau panas dingin, yaa tinggal mimik Antangin.
Kamar tidurnya hanok bagaimana?
Saya sempat melihat replika kamar tidur hanok di Namsan. Ukurannya sekitar 5×3 meter, hanya berisi kasur lipat (futon) yang tergulung, lampu duduk, gantungan pakaian, peti-peti, dan kabinet setinggi 1 meter. Kamarnya sederhana sekali. Orang Korea konon suka tidur di kasur tipis dengan bantal padat berisi beras. Meski sekarang sudah banyak rumah menerapkan kasur modern —dengan dipan dan kasur lateks— tapi ada juga yang masih mempertahankan penggunaan futon. Ketika kasur gak digunakan, biasanya orang Korea akan duduk dilantai lalu mengobrol (biasanya) hal-hal serius.
Dapurnya?
Jika ruangan-ruangan lain itu gak langsung menempel tanah, nah dapur ini beralaskan tanah dan luas sekali. Dapur juga jadi satu-satunya ruangan dengan dua pintu masuk (depan dan belakang). Di dapur ada panggung kayu dengan beberapa peti dan kabinet. Tempat ini digunakan saat mereka hendak memotong sayur atau daging, juga untuk makan karena ada kabinet yang menyimpan kursi dan meja kecil.Lalu ada juga area kompor dapur yang dibuat menempel dinding untuk mendukung sistem ondol dan tampak lebih rapih karena asap dan bekas bakaran kayu atau arang gak mencar kemana-mana. Kompor ini diameternya besar, pun ‘wajan’ tanah liat untuk memasak juga berukuran besar, seperti ulegannya gado-gado. Ada juga sisi kompor dengan gentong, mungkin untuk merebus air.
Sebenarnya sebelum ditemukan sistem ondol, kompor untuk memasak juga berbentuk kotak terbuat dari adonan rumput dan tanah liat. Hanya saya terpisah gak menempel dinding dan dilengkapi cerobong asap sendiri. Mirip seperti kompor kita —orang Indonesia— zaman dahulu yang dibuat dari susunan bata lalu diganjal batu kali.
Ruang baca atau kerja? Ada gak?
Nah bagian ini adalah kesukaan saya, yaitu ruang baca. Kalau jadi ruang kerja gak tahu juga yah, kan dulu mereka kerjanya gak laptop-an wkwk. Di dalam ruangan ini ada sebuah bale-bale kayu yang menempel ke jendela besar, rak buku, kipas angin, kabinet, peti-peti, juga meja-meja kecil. Saya gak melihat ada bantal sandaran atau alas duduk di bale-bale, jadi saya menduga orang Korea membaca buku sambil duduk dan bukunya ditaruh di meja kecil. Supaya gak sakit mata, mereka akan memposisikan diri membelakangi jendela sehingga mendapat pencahayaan yang cukup mengingat lampu duduk itu warnanya kuning yah, gak begitu sedap buat baca buku.
Apa yang para penghuni lakukan saat turis berfoto?
Eh kok kepo ya Anda? Ogut gak intip-intip rumah orang monmaap.
Itu kenapa ada banyak gentong ya? Dan rumah jerami?
Ah ya benar, di bagian belakang tampak beberapa gentong tanah liat dipajang, juga gubug jerami. Gentong biasa digunakan untuk menyimpan air dan hasil panen, mungkin juga digunakan untuk membuat kimchi karena saya gak lihat wadah tertutup lain seperti Tupperware atau Lock&Lock di dalam dapur.Lalu rumah jerami itu untuk apa? Dulu sebelum mengenal bentuk rumah hanok dengan dinding, masyarakat Korea tinggal dalam rumah jerami atau mereka menyebutnya umjib. Pada zamannya, umjib sangat tangguh dalam menghalau dingin dan menjaga hangat dari tunggu tetap awet. Tapi karena penuh resiko seperti rumah dimakan sapi, maka mulai lah membangun rumah dengan kayu.
Apaqa kita benar-benar gak bisa masuk ke ruangan hanok?
Gak bisa qaqaq. Semuanya restricted area karena hanok di Namsan semua adalah replika, dan di Bukchon masih ditinggali kecuali yang memang terbuka untuk umum. Tapi ada satu cara untuk kamu bisa merasakan hanok lebih real, yaitu dengan tidur siang. Yes, you hear that. Kamu bisa tidur siang di dalam hanok di Namsan, dengan alas tidur tikar (agak lebih tebal dari tatami), bantal kecil, dan guling. Yang mencuri perhatian (selain kamu harus mengeluarkan untuk tidur siang) adalah gulingnya. Bukan yang biasa kita peluk saat tidur, guling ini terbuat dari kayu tipis lalu dibentuk sedemikian rupa menyerupai guling. No bulu angsa atau kapuk didalamnya. Seperti replika guling gitu lah. Tampak gak pelukable wkwk.
Gimana rasanya berada di hanok?
Rumah dengan kayu —atau pun nuansa earth tone— rasanya memang punya pesona magis yang membuat kita nyaman. Ini mungkin karena efek ‘seperti rumah nenek’, atau ‘seperti rumah santai’, ‘atau rumah instagramable’, atau yah tempat-tempat yang gak menuntutmu untuk bergerak cepat dan menikmati waktu yang berjalan lambat. Meskipun saya gak benar-benar masuk ke masing-masing ruangannya karena dilarang, saya tetap merasakan aura berbeza khususnya di Namsan. Hemm~
Sejujurnya, nuansa hanok di sini agak suram. Rumah ini bisa terasa begitu tenang dan dinamis dan magis dalam waktu yang bersamaan. Saya merasakan aura yang gak biasa, entah ini karena cuaca panas yang bikin kelojotan, atau pembawaan orang Korea, atau nuansa rumahnya (padahal replika), atau keheningan di sekitar rumah dan hanya terdengar suara tongeret bersahutan dengan gesekan daun. Aura ini hanya saya rasakan di Namsan, sedangkan di Bukchon, saya gak merasakan hal apapun selain ingin minum sirop pisang susu pakai dingin empat gelas!
Gimana cara foto yang bagus ketika di hanok village?
Memakai hanbok memang sangat direkomendasikan karena cucok meong yah nuansanya. Karena seperti kata AnakJajan, “There’s no better way to explore a country than going to the old town while wearing the traditional outfit, it’s more memorable way to travel and it gives a fuller experience”. Pilihlah warna yang hangat dan senada supaya foto makin natural —selain Diana Rikasari, kamu dilarang menjadi kue lapis berjalan apalagi di sekitaran hanok village ya.
Oh satu lagi, usahakan kamu gak pakai hanbok yang ngatung roknya, kurang bagus kalau difoto wkwk.Untuk mendapatkan lanskap hanok yang bagus, sebaiknya gunakan lensa bukaan kecil sehingga latar gak akan blur/bokeh. Usahakan dapat penampakan hanok yang luas, agar suasana Koreanya kental. Sisanya ya suka-suka kamu, mau membelakangi matahari, jungkir balik, sok candid, sambil koprol, terserah asal jangan sampai merusak properti hanok.
Monmaap, gimana ya caranya menuju hanok village?
Duh bepque ke mana saja kok baru tanya ini. Dan sebenarnya ya saya gak hafal juga stasiun dan rute-rutenya hehe. Saya benar-benar bergantung pada CityMapper dan WiFi Passpod. Jadi saya tinggal ikut instruksi saja di mana harus turun dan jalan kaki ke arah mana. Don’t rich people difficult myluv~
Apaqa di sekitar hanok village ada tempat makan?
Ada dong. Memang gak ada yang bertuliskan halal (if I’m not mistaken), tapi yang vegetarian dan menggunakan kaldu sapi ada kok. Karena berada di lokasi wisata, biasanya orang restoran lebih pintar bahasa inggris. Hanya saja di sana gak banyak jajanan, mungkin takut kawasannya jadi kotor yah. Kalau untuk urusan toilet umum, sudah tersedia baik di Bukchon maupun Namsan dengan kebersihan oke dan sabun cuci tangan batangan. OH saya kasih tahu juga, WC di Korea gak pakai selang cebok. Sekali lagi. Gak pakai selang cebok. Ini mengezutkan ya karena gak ada orang yang bilang ini sebelumnya, bahkan di ulasan para blogger juga. Jadi Oppa Seo-joon gak pernah cebok? Lee Min-ho? KYAAAA!
Eh, di hanok kamar mandinya seperti apa ya?
Waahh pertanyaan bagus! Akhirnya ada juga yang bertanya ya. Di bagian-bagian rumah hanok yang saya ceritakan tadi itu sayangnya gak ada kamar mandi atau toilet. Ada tempat untuk berdoa, tapi gak ada toilet. Apaqa mereka poop? Tentu saja. Lalu bagaimana mereka poop? Nah di halaman belakang hanok, terpajang banyak benda-benda replika seperti kompor, rumah jerami, sumur, gentong-gentong, dan sesuatu yang seperti air mancur. Saya menduga ini adalah toiletnya meski saya gak terbayang gimana cara mereka menggunakannya. Lihat gambarnya saja.
Jadi mereka mandinya bagaimana?
Sepertinya ya, sepertinya nih, mereka menimba air dari sumur lalu simpan di gentong, lalu byar byur saja seperti kita. Itu kalau mereka mandi ya wkwk. Dan yang menarique adalah orang Korea kalau keramas bisa terpisah dari mandi. Mereka akan jongkong di depan ember, lalu keramas, lalu bilas. Gak pakai mandi. Seperti yang saya biasa lakukan juga wkwk #timmalasmandi.
Di wilayah hanok ada WiFi gratis gak?
Zuzur kalau ini saya gak tahu. Kebetulan pas ke Korea saya bawa WiFi sendiri, jadi gak pusing menjadi fakir WiFi wkwk. Mungkin WiFi gratis tersedia di beberapa coffee shop atau restoran yah.
Bisa kah kita bertemu artis Korea di hanok village?
Bisa saja, siapa tahu wkwk. Kemarin saya bertemu dengan segerombolan orang dengan 2 orang wanita jadi center of attention. Penampilannya bak artis sekali, dengan sunglasses besar, celana pendek, sendal tinggi, dan lipstik merah. Entah artis atau bukan, tapi ya siapa tahu artis.
Bayq gaes cukup dulu ya pertanyaannya. Kalau semua habis dibahas di sini, nanti mau buat talk show part 2 malah sudah habis semua bahannya wkwk. Dan jangan sampai part 2 akan jadi pembahasan retjeh karena pertanyaan berbobot sudah dibahas di sini. Sekarang sesi komentar kita serahkan kepada umat pembaca, monggo dituliskan bagi yang mau tanya atau ya komen-komen luchu~
13 Comments. Leave new
Dari episode korea, ini yang terbaik, runtut, informatif dan detail. Jadi bandingin kenapa orang jogja punya ndalem dan model rumahnnya sudah ada pakemnya.
Kewren
-Gepenk-
Nama yang paling sering disebut di blog ini
makasih ceritanay, menarik
Ihhh beneran mereka ogah tinggal di rumah jerami karena takut rumahnya dimakan sapi? Hahaha kungakak eh sepanjang baca.
Dan … Kemudian buyar pas ngebayangin para oppa oppa tampan itu nggak pernah cebok. Tolongin perasaanku dong help.
Jadi paham dikit2 deh setelah bilang liat di Reply 1988 heuheu ondol ternyata namanya. Btw ngomong2 ttg mandi itu di Reply 1988 juga kayaknya mereka nggak mandi ya? Kan tiap berangkat sekolah cuma sikat gigi ama cuci muka doang gitu. Nggak liat juga kamar mandinya Deok sun dimana(?) wkwk
Wowwww asik banget baca tulisan ini, jadi berasa halan-halan ke korea hihi. Dan, aku terkejoed (lagi) ternyata mereka udah maju banget ya, segalabada cctv, bel rumah ada kamera, beuhh lengkap banget dah, kaya mau perang gitu..
Mirip mirip yah sama rumah di Jogja, yg ndalem ada gazebo kayu di depan dan halaman lebar. Yg Jogja juga dibuat membelakangi Gunung Merapi gak sih?
Aku lupa lihat Deok Sun mandi apa gak, tapi Choi Taek sama Sun Woo suka mandi tuh malem-malem. Kalo Deok Sun senengnya keramas sambil jongkok wkwk. Tapi aku inget adegan dia nungguin si Bo Ra mandi kok. Brb nonton lagi~~
Yaaa kali aja, sapi kan makan jerami wkwk. IYAAAA AKU JUGAAAA! Masa Park Seo-joon gak cebok! Terus dia jangan jangan cacingan juga huwaaaa 😱
Makasih Mba Tira. Aku suka banget main di Hanok, enak, berasa santai hidupnya karena banyak unsur alam di bagian dalam dan luar, jadi adem enyak gicu~
Makasih Ocha! Iya maju, sudah modern meski rumahnya bergaya klasik. Kalo ada tukang bakso lewat jadi keliatan dari kamera wkwk. Termasuk kalo ada gerakan-gerakan mencurigakan misalnya ada maling gitu. Bel pun udah digital yg bisa ada suaranya. Cool!
Kalo saya baca artikel ini, entah kenapa kok jadi keinget Jepang ya. 😀
Daerahnya seperti Hirayu Onsen di Jepang, tapi di village ini lebih tradisional hehe.
Sebenarnya aku juga ngerasa gitu. Hanya saja di Jepang kan bangunan tradisionalnya masih banyak yah Mas Heri. Restoran, toko, masih banyak yang menggunakan elemen-elemen tradisional. Tapi di Korea, konsentrasinya hanya di hanok village sehingga nuansanya jadi lebih kental.
masi dalam rangka ikutan giveaway,
ini tulisan lain yang kusuka. kenapa? karena aku juga tim males mandi.
eh, bukan….
soalnya berasa kembali ke masa-masa saat nglayap di Korea, dan mengakibatkan efek samping jadi pengen kesana lagi, meski kalo di sana kita susah cebok. hahahaha
oh iyes, nambahin juga kalo ada warung masakan Korea yang halal di daerah Bukchon (86-4 Samcheong-ro, Jongno-gu, Seoul) namanya Halal Kitchen. yang punya orang Korea muallaf.
Dita
@jagungmanisjalanjalan
https://www.jagungmanisjalanjalan.com
sambalsunti[at]gmail[dot]com