Mendung hari ini ga membuat hari saya kelabu. Meskipun gejala-akan-masuk-musim-hujan masih bikin saya heran (kenapa gitu harus segerah ini), rasanya saya gembira luar biasa karena akhirnya air hujan mencuci wajah saya yang lusuh.
Hujan.
Benar-benar sesuatu yang saya nantikan setiap hari. Di motor yang sudah tidak terlalu prima, saya mengabaikan jas hujan baru milik si pengendara yang suka mengeluh. Kaca helm pun saya naikkan agar wajah saya tersiram sejuknya hujan namun tetap patuh peraturan lalu lintas. Bau hujan. Ah. Luar biasa bisa menghipnotisku dengan begitu lembutnya.
Kemudian aku duduk manis di pinggir kotak air raksasa. Melihat ikan-ikan peliharaanku berenang cantik ke depan ke belakang, ke kanan ke kiri. Mereka adalah ikan-ikan terbaik sepanjang masa. Apalagi saat hujan! Aaargh mereka akan mengeluh pada awalnya namun di tengah dan akhir, mereka bersorak sorai penuh kesenangan.
Ikan yang menarik.
Dan suara-suara merdu para pemusik Tuhan. Seksofon! Tidak ada lagu yang buruk ketika seksofon mengiringinya! Bass! Dentumannya seirama titik-titik embun di peluh rumput kering yang mulai terbangun. Saya yang sudah ada di ujung masa dewasa awal merasa bahwa saya masih bisa merasa begitu muda. Hei awet muda itu terletak di diri kita sendiri kan? Persetan dengan krim awet muda. Music was the super anti-ageing. Lalu dengan karokean di tengah kebutaan angka dan kegerahan sauna? Tidak pernah ada yang bisa mengalahkannya. Kotak pandora yang satu ini memang sangat kecil, tapi semangat menyanyi dengan nada asal-asalan keluar seperti pelangi. Kamu pernah lihat pelangi di tengah awan mendung? Saya melihatnya malam ini.
Apa yang sedang dilakukannya di sana? Duduk di depan laptop usangnya dan mengabaikan saya yang kini mulai kangen dengan segala keburukannya?
Lama sekali rasanya saya ga meluangkan waktu untuk diri saya sendiri. Setidaknya untuk sekedar mengingatkan kalo saya sedang haid dan perutmu akan sakit di hari kedua dan ketiga. Menulis pun hanya selalu berakhir menjadi prolog.
Saya kangen duduk sendiri di warung burjo, makan mie instan telornya setengah matang, dengan teh manis panas, dan membaca buku lucu sambil tertawa. Atau keliling kemana pun sendiri sambil setel lagu-lagu indie, lalu saya berhenti di swalayan 24 jam untuk membeli Pocari Sweat dan melanjutkan perjalanan.
Saya memilih untuk tidur lebih larut malam ini. Merasakan semua kegerahan menelusup ke pori-pori kulit, mengaktifkan daya imajinasi saya yang kemudian menghadirkan dia, si anak nakal. Apa kabar kamu? Saat ini saya benar-benar terjebak pada labirin yang saya buat tanpa atap. Tapi ada angin besar yang mengubah letak jalan keluarnya, yang akhirnya membuat labirin itu rusak dan penuh sesak dengan jalan buntu. Salahmu? Apa jangan-jangan salah ku? Apa sebaiknya aku menyalahkan keadaan? Bodoh.
Ya. Selamat tidur bintang jatuh 🙂
1 Comment. Leave new
utin. kata-katamu itu, nak.
hmm sungguuuuh
suatu hari aku perlu datang ke toko buku membeli bukumu, dan pulang ke rumah terus cerita sama si tulip kecil, "nak, nih bunda punya buku bagus, yang nulis temen kesayangan bunda"