Eastbourne, Saat Justin Jatuh Cinta pada Seorang Gadis dan Nindyo pada Ayam Piri Piri

Orang bijak pernah berkata cuaca di Inggris itu labil kayak cewek, sebentar mendung, sebentar lagi cerah. Setelah seharian menikmati mendung dan gloomy-nya Inggris Selatan, kami menghabiskan sore yang indah di Eastbourne. Jadi memang jika kamu hendak main ke Seven Sisters dan ingin rute yang nyaman, kamu bisa mulai dari Brighton dan mengakhirinya di Eastbourne. Gak ada bolak balik kecuali kamu memang mau memanfaatkan tiket bus hop on hop off gratis seharian.

Kami tiba di Eastbourne pukul 15.30. Di sini langit sedang biru sekali, bahkan paling biru yang kami lihat selama hampir dua minggu keliling UK. Saya jadi penasaran, apakah orang yang bertugas membaca ramalan cuaca di TV selalu dihantui rasa bersalah? Apakah dia selalu degdeguan akan trending di Twitter dan dihujat seantero Inggris? Atau dia akan bilang di akhir acara, ‘Semua ini omong kosong, thank you, next.‘

Selesai mengirim kartu pos, kami jalan mencari tempat makan. “Jangan makan fish n’chips lagi ya,” kata saya ke Mas Gepeng. Dalam seminggu kami sudah makan fish n’chips dua kali, satu di Scarborough, satunya di Liverpool. Saya ingin coba yang lain. Kami melihat tempat makan di jajaran ruko pinggir jalan besar, “Apa itu ayam piri piri?” tanya saya. Mas Gepeng lalu menceritakan pengalaman makan ayam asam nan enak beberapa tahun lalu di Malaysia—kalian bisa tebak nama restorannya kan? Karena kami menyukai ayam seperti itu, kami pun masuk ke The Fresh And Grilled Piri Piri Chicken.

Restoran gak begitu ramai, jadi kami bebas memilih tempat duduk. Kami pilih agak ujung yang pakai sofa. Lalu pelayan cantik berambut keriting afro menghampiri, “Kalian sudah siap pesan?” tanyanya. Kami memilih dua menu yang masing-masing harganya £3,99, lalu es jeruk untuk Mas Gepeng dan teh tawar panas untuk saya. Saat pelayan kembali ke dapur untuk menyampaikan pesanan kami ke chef, saya terpaku memandangi rambutnya. Bukan, saya bukannya melihat ada sosok mungil lompat ke sana ke mari di sana, tapi lebih ke betapa saya selalu ingin punya rambut seperti itu. Afro, keriting besar mirip brokoli, yang kalau panjang bakalan jadi kayak Super Saiyan 3.

“Ini dia makanan kalian, selamat menikmati,” kata si pelayan menaruh chicken wrap dan ayam piri-piri di meja kami. Wanginya luar biasa. Ayamnya ya, bukan mbaknya wkwk. Wangi citrus dan rempah-rempah terbakar bercampur aroma daging ayam, wow bikin semua bulu kuduk berdiri. Warnanya pun kuning keemasan dengan gosong coklat di sana sini, cantik sekali. Mas Gepeng langsung melahap chicken wrap-nya dan saya menggigit sedikit chicken wings, pelan-pelan biar gak kaget sama asamnya. Kami memakannya perlahan. Enak sekali ayam-ayam ini, gimana mereka masaknya? Dagingnya pun lembut sekali, saya sampai gak tega makan karena takut habis. Mungkin begini rasanya marshmallow asam.

Saat makan, saya gak bisa berhenti menoleh ke mbak berambut afro itu. Sial dia memang keren sekali! Kulitnya kecoklatan, bulu matanya panjang, kakinya ramping (tingginya se-saya, tapi karena kakinya ramping, dia jadi tampak lebih tinggi haha), dan yang paling penting: rambutnya. Wah afro itu memang paling keren! Kalau melihat curly-nya kecil-kecil rapih dan gak kusut, saya yakin dia merawatnya dengan baik, mungkin pakai vitamin setelah keramas dan menjaganya dengan vitamin-vitamin lainnya.

Saya berkali-kali bilang ke Mas Gepeng, “Ini orang cantik banget ya.” Saya lalu cerita dulu saking penginnya punya rambut keriting, pas SMP saya nekad ke salon dan minta dikeriting dengan ongkos Rp60ribu yang saya kumpulkan dari sisa uang jajan. Tiga bulan berikutnya adalah bulan-bulan yang indah. Saya keramas setiap pagi, menggulung-gulung rambut dengan jari selama perjalanan dari rumah ke sekolah, dan saya dengan cerianya berjalan dengan rambut a la Maria Belen.

Gara-gara keriting rambut ini pun saya jadi bingung, yang bikin rambut saya rontok sampai sekarang ini obat keriting rambut atau peditoxx wkwk.

Dari restoran, kami mengikuti jalan besar menuju stasiun. Di jalan sedang ada perbaikan gorong-gorong, jadi semua berjalan di satu sisi. Kami melihat sekumpulan anak muda pulang sekolah, lalu sepasang lansia bergandengan, juga cuaca Eastbourne yang cerah dan sejuk. Dengan hati yang sudah penuh menikmati magisnya Seven Sisters, kami masih diberi pengalaman sederhana yang baik di Easbourne. Bahagia betul hari ini. Ternyata kita gak harus melakukan hal yang paling keren, atau paling unik, paling bahaya, atau paling paling lain untuk bisa memiliki pengalaman luar biasa. Simple things seperti ayam piri-piri dan girl crush ternyata bisa bikin kota kecil di timur Sussex ini spesial.