2020 dari Jendela-Jendela Dunia

Ini foto jendela lantai dua Pagoda Baladayong di Balagezong Scenic Area. Pemandangan di baliknya adalah Desa Bala dan Gunung Gezong di ujung sana. Ketika melihat foto ini, saya teringat insight yang saya dapatkan di awal tahun, yaitu setiap orang tuh punya hak memilih kepada siapa kebaikannya diberikan. Insight ini muncul ketika saya sedang handukin anak kucing yang kecebur selokan dan gak ada yang nolongin dia meski ada dua orang yang sedang beraktivitas di sekitar sana sejak pagi.

Saya awalnya kesal, kenapa gak mau amat naikin kucing dari selokan sih? Gak sampai semenit juga palingan. Padahal mereka ini baik lho sama anak-anak kampung. Eit! Nah! Itu dia yang menyadarkan saya! Ternyata mereka dan saya punya preferensi berbeda untuk memberikan kebaikan. Mereka baik sama anak kampung, saya sama anak kucing. Jadi ketika ada orang yang gak baik sama satu hal, mereka mungkin baik di hal lain. Gak tahu apakah di dunia ini ada orang yang baik sama semua hal, tapi pasti, setiap orang punya tempat untuk kebaikannya. Seperti Gunung Gezong dan Pagoda Baladayong yang memberikan kebaikan dan perlindungannya untuk Desa Bala beserta isinya.

Foto ini diambil dari bus di perjalanan menuju Bled dari Ljubljana, Slovenia. Hari itu cuaca mendung seharian. Kami berkeliling kota dan mengitari danau ditemani langit kelabu dan dingin menusuk. Benar-benar hari yang menguras energi. “Untungnya Bled tetap cantik meski di cuaca seperti ini, bukan? Matjaž, owner toko Koala Sport menyambut kami hangat. Bertemu Matjaž dan istrinya di Bled adalah salah satu hal yang paling kami suka. Kami ngobrol banyak sekali mulai dari cuaca, pekerjaan, perjalanan, cerita pendakian, perkembangan pariwisata, juga soal retailer yang mengancam keberadaan toko lokal dan hanya mikirin supply tapi low quality—Matjaž mengejek dua lapis inner shirt Uniqlo plus jaket dari merk sama yang nyatanya tetap membuat saya kedinginan wkwk.

Ngobrol sama Matjaž tuh kayak teman lama yang baru ketemu lagi gitu. Hal ini juga diamini olehnya. “Kamu tahu perasaan ini bukan? Kita gak merasakannya ke setiap orang, tapi ketika kita ngobrol seperti ini, ada kesenangan yang muncul,” katanya. Saya terharu. Baru kali ini ada orang asing berkata seperti itu ke saya. Jadi pas lihat foto ini, saya teringat Matjaž dan istrinya, dan betapa tahun ini juga penuh tantangan buat kita semua.

Tahu-tahu ada virus gak kasat mata di sekitar kita, lalu kita semua takut, parno, panik. Terus yang nyeremin dari virus muncul lebih banyak seperti usaha/bisnis yang harus gulung tikar, pengurangan outlet chain, orang-orang kehilangan pekerjaan, orang-orang yang takut interaksi satu sama lain, juga kampret durhaka yang korup di masa sulit kayak gini. Saat ini kita di-challenge untuk tetap bisa merasakan sisi humanis kita. Untuk bersimpati dan empati. Untuk mengerti dan gak egois. Untuk menjadi teman bahkan ke orang yang baru kita temui hari ini karena this is not about you anymore. This is about other people’s lives.

Masih foto dari Bled, tapi seperti yang kalian lihat, pagi itu kami bangun dengan langit biru dan cerah matahari banjir tumpah ke penjuru kota. Kami segera bangun dan berlari keluar. Hari yang cerah akhirnya datang! “Hiii good morning!”, kami dadah-dadah menyapa bapak pengantar koran yang menyunggingkan senyum lebar. Bukan itu saja. Kami melihat banyak orang menikmati pagi yang cerah, seperti sepasang suami istri yang sedang jalan-jalan yang menjawab sapaan kami dengan, “Enjoy, it’s a good day!” Lalu seorang pria yang stel lagu kencang sekali di taman sambil menemani putrinya main trampolin, menyapa kami riang. Bahkan staf di Mercator begitu bersemangat melayani kami yang hanya beli ikan goreng dan nasi bawang untuk sarapan.

Menyapa itu sebenarnya hal yang sepele, tapi ternyata dampaknya luar biasa lho pemirsa. Saat kena covid-19, hal yang paling bikin saya semangat adalah sapaan orang-orang. Sebut saja telepon berkala setiap pagi dari Bapak saya, chat teman-teman di grup nanya kabar terus bercanda-canda lucu, video call dari keponakan, dari sahabat sesama pasien covid, dari sahabat sekolah, terus telepon dari atasan juga, semua interaksi nanya kabar itu sungguh bikin saya semangat menjalani hari.

Tahun ini, semua gerak serba terbatas. Kita gak bisa leluasa keluar rumah, naik kendaraan umum, mengunjungi orang tua, pergi ke rumah sakit. Tapi jangan sampai itu membatasi diri kita untuk peduli. Kita semua menghadapi ruang berjuang masing-masing, a little hello won’t hurt, right? Yok sapa dan tanya kabar teman-teman kamu, petugas MRT yang tiap hari cek suhu tubuhmu, juga kang bubur yang sudah tahu persis templet pesananmu. Don’t let them miss your kindness.

Dari Slovenia, kita ke Italia. Foto ini mungkin tampak asal, tapi sejujurnya saya suka banget. Birunya Laut Liguria terlihat intip-intip dari jendela pembatas pintu kereta di tengah perjalanan dari Riomaggiore ke Manarola. Sepanjang jalan, pemandangannya sih cuma laut, langit, laut, langit ya. Tapi kalau ditilik lebih teliti lagi, ternyata kelihatan ada orang main kayak di bawah sana, terus ada juga yang sedang ramai-ramai hiking di bibir tebing. Saya suka ngerasain sensasi kayak seru sendiri gitu karena berhasil melihat sesuatu yang sebelumnya gak sadar.

Meski gak pergi jauh-jauh, sensasi nemu hal baru kecil-kecil lucu gitu ternyata banyak banget di sekitar kita lho. Tahun ini kita diajak (atau dipaksa wkwk) untuk lebih menikmati dan menghargai hal-hal di sekitar kita yang sering kita lewatin begitu saja. Gak sangka sejam setengah jalan kaki keliling kawasan rumah, saya bisa ketemu lebih dari 30 ekor kucing liar! Bahkan 50 pas di Bekasi! Mejik ya. Terus ternyata bisa lihat gunung dari Stasiun MRT Fatmawati, ada nasi padang enak banget jengkol baladonya, oh salah satu yang paling lucu, ternyata rumah di ujung gang itu ada penghuninya dan dia suka kasih makan kucing! Kalau gak lebaran di Indo dan gak bagi-bagi madu, ogut gak bakalan tahu wakakakak.

Balik maning ke Cina dan saya suka banget foto ini. Jalur kereta Kunming ke Lijiang adalah salah satu jalur paling penuh kejutan di hidup saya. Gak nyangka sama sekali bahwa barat daya Cina punya pemandangan secantik ini, apalagi saat itu sedang musim dingin tapi semua pohon dan rerumputan berwarna coklat kemerahan. Sungguh ajaib.

Tapi pas lihat foto indah ini, saya malah teringat hal-hal sedih yang kami temui sepanjang tahun 2020. Mulai dari rumah yang mulai bocor, cat atap teras ngelupas semua, mau renov dapur gak jadi jadi gegara mahal banget, gaji dipotong setengah, beli jeruk afkir soalnya kemahalan kalau lemon (ini lucu sih gak sedih haha), Mas Gepeng kerja terus sabtu minggu, kena covid, gak bisa ke Jogja sama sekali, dua kucing kesayangan mati, berantem sama Mama sampai left grup keluarga, bisnis asuransi gak maju-maju, ternyata saya endometriosis, nonton Okja, lihat postingan PETA yang ada orang cabut-cabut bulu kelinci sama domba, ada juga gambar monyet-monyet percobaan, lihat IGTV Najwa Shihab soal pejabat korupsi, hmmm banyak juga yaaa.

Kenapa lihat foto indah begini malah ingat yang sedih-sedih? Entah. Mungkin karena memang hidup gak melulu happy, gak melulu isinya bagus-bagus. Hari ini bisa indah banget, tapi besok bisa jadi sakit hati. Apalagi tiap hari lihat dapur sempit, jelek, gak rapih, mau renov gak ada duitnya, wuah bisa bete seharian wkwk. Yah mirip lah sama pas naik kereta ini. Ada waktu di mana lihat sawah hijau, ada juga lapangan kosong nan kering. Habis lihat danau cantik, terus lewat terowongan gelap. Hidup memang begitu. Penuh kejutan.

Foto terakhir dari kereta juga, tapi ini pas mau ke Milan kayaknya. Btw ada banyak quotes bijaksana soal kereta, tapi saya paling setuju sama kata-kata dari Paulo Coelho. “Hidup adalah kereta, bukan stasiun.” Ibarat kereta, perjalanan hidup setiap manusia kan sudah ada rel-nya. Di dalam perjalanan itu, kita mampir-mampir ke berbagai stasiun. Nah stasiun tahun 2020 ini, menurut saya, sama kok sama stasiun tahun-tahun sebelumnya, ada bagian bagusnya, ada kurangnya juga. Ada yang sudah bisa diprediksi, ada pula kejutan-kejutan lucu.

Menyambung foto sebelumnya, bahwa tahun ini, banyak rencana yang bubar dan kehidupan rasanya jadi serba gak pasti. Tapi ternyata banyak juga datang hal baik yang gak kepikiran sama sekali. Bukan kah memang hidup seperti itu? Toh yang bikin jalan hidup kita, Yang Maha Kuasa bukan? Saya juga percaya, setiap perjalanan itu baik. Setiap perjalanan ada makna dan manfaatnya buat diri kita. Hal itu lah yang selalu saya ingat ketika lihat foto ini. Melihat semburat matahari sore dari balik pepohonan saat naik kereta, rasanya seperti hadiah ketika kita berhasil melewati lika-liku kehidupan. Matahari cantik ini yang akan menemani kita menuju stasiun berikutnya.

Mengutip persis tulisan teman saya, Ariel, bahwa ‘kondisi-kondisi baru yang kita alami seperti membawa kita jadi prajurit baru. Strategi baru selalu saja jadi bahan pikiran utama untuk menyambut kejutan lain lagi. Begitu terus, hampir setiap hari’. Yah, begitulah.