Ruma Eatery Senopati, Bikin Kangen Mama!

Hai pemirsa, jumpa lagi di hari Selasa gembira bersama Justin yang kalau makan siang keliling buat nyari bahan Eating Out Jakarta, makannya gak sama Mas Gepeng tapi sama teman-teman. Gak papa ya. Namanya juga hidup. Harus balance wqw. Siang itu saya yang jadi penentu tempat makan siang dan randomly I choose Ruma Eatery (or Coffeeatery, entah yang benar yang mana). Lokasinya di Senopati dan dia ini menyediakan pilihan makanan lokal namun vibe restonya sangat coffee shop masa kini. Wih, asyique gak tuh?

Awalnya sampai parkiran agak insecure kok gak ada yang parkir ya, jangan-jangan tutup. Eh tahu-tahu ada yang mengintip dari pintu dan menyapa kami, orang kok bukan bakekok hahaha. Ada beberapa tamu yang sudah duduk santai di dalam, mungkin mereka menggunakan transportasi online seperti kami. Setelah ukur suhu, kami diarahkan untuk pesan dan bayar langsung di kasir. Baru deh habis itu duduk. Tempatnya nyaman sekali. Kursi sofa klasik tawny berpadu hangat dengan dedaunan palsu nempel tembok. Cocoklogi banget dengan granit lantai resto yang meski ukurannya kecil, tapi nat-nya almost invisible jadi tampak seperti segara abu-abu. Bikin kursinya makin outstanding. Oh paling gemas lagi apa? Ceilingnya tinggi bener!

Ruma Eatery terdiri dari dua lantai. Bawah sama atas gak terlalu beda jauh, sama-sama menyediakan sofa dan kursi-kursi makan nuansa coklat. Namun di lantai dua ada ruang dengan meja bar yang view-nya menghadap jalan. Mungkin ini smoking area juga kali ya karena ruangannya bisa dibuka tutup. Di sana ada beberapa muda mudi lagi laptopan sambil ngopi. Kapan-kapan mau cobain ah numpang kerja di sana.

Kami memesan beberapa menu berat karena kami super hungry. Saya sendiri pesan nasi bakar cumi pete namun gak pakai cumi, lauknya pakai tumis daun pepaya (tanpa rebon) dan tumis buncis. Hanya ini vegan option di Ruma Eatery. Menu lain yang dipesan teman saya ada nasi bakar ikan jambal, terus ada nasi daun jeruk dengan lauk smoke brisket sambal matah. Saya suka nasi jeruknya, bumbunya pas dan nasinya tanak. Nasi bakar saya juga enak, tapi sayang, petenya gak ada. Apa tadi saya salah bilang ya untuk take-out semuanya? Wqw.

Ternyata makan makanan rumah di kafe fancy bisa seru juga, pemirsa. Sayang penyajian makanannya agak lama. Keluar satu, satu, sudah mau pada habis, punya saya baru datang. Ya gak papa. Mungkin lagi adjustment habis PPKM. Terus mereka itu ada menu baru lho! Wiw excited! Mostly menu barunya itu cemilan kayak pisang goreng, tahu goreng sambal matah kali ya saya lupa. Kami datang ke sana dua hari sebelum menu-menu baru itu launch, jadi gak sempat cobain.

Oh ada yang saya suka banget dari Ruma Eatery. Apa cobaaa? Mereka punya banyak pilihan teh tubruk! Ya ampun nostalgia sekali. Sejak kecil, saya terbiasa minum teh tubruk hangat. Pagi minum susu, malam pasti minum teh. Jadi Mama saya itu hampir tiap hari menyajikan teh sebagai welcome drink Bapak pulang kerja. Tehnya pasti teh tubruk, biasanya yang cap botol. Kadang pakai merk lain sih, tapi tetap teh tubruk. Saya sebagai anak paling malas di rumah suka kebagian tugas bikin teh karena itu tugas paling sepele paling receh paling gak bikin keringatan.

Ternyata bikin teh tubruk itu gak mudah lho pemirsa. Paduan biang teh dan air harus pas supaya warnanya bisa brunette terang gitu. Kalau terlalu gelap jadinya pahit, kalau terlalu terang, gak legit rasanya. Sudah gitu karena saya suka manis, saya sering banget bikin kemanisan hahaha. Tapi Bapak selalu suka dan selalu menghabiskan teh buatan saya. Kadang kalau rasa tehnya enak banget, saya minta sisain terus dimasukin freezer biar instantly jadi es teh.

Di Ruma Eatery, saya pilih teh tubruk Goro-Goro yang kuning. Cakep deh kemasannya gambar wayang. Teh tubruk diseduh di teko french press kecil dan disajikan bersama beberapa butir gula kristal. Duh ya ampun rasa tehnya nikmat betul, pemirsa. Teh tubruk memang paling maksimal diseruput pas masih panas kebul-kebul, bikin tenggorokan dan perut lega gitu. Saya lalu tambahan empat butir kecil gula kristal di gelas, wah makin-makin pemirsa, makin nikmat. Karena biang teh mengendap terus di teko, baiknya teh dihabiskan kurang dari 30 menit. Kalau lebih dari itu nanti rasanya terlalu pahit dan tehnya sudah adem.

Duh jadi kangen Mama.