In the last couple months, Mas Gepeng and I were totally intense have financial dating. Malahan bisa dibilang jarang banget kita bahas masalah rencana pernikahan. Beruntung saya punya Bapak dan Mama yang suportif, mereka lah yang intens memikirkan acara pernikahan saya mulai dari cari gedung, katering, menu makanan, warna baju, dekor, dan macam-macamnya.
So, what is ‘financial dating’ by the way?
Sebagai orang yang perhitungan tapi suka berfoya-foya (HAHAHA), saya dan Mas Gepeng melihat perlunya kita memiliki skill soal ngatur uang ke tempat yang benar. Saya terbiasa financial planning sejak udah punya uang sendiri, tapi jeleknya saya tidak terbiasa saving alias nabung, dan suka kebablasan ‘membahagiakan’ diri sendiri dengan jajan agak berlebih. Mas Gepeng adalah seorang yang jago nabung, tapi belom investment oriented. Dia bisa super irit pake duit khususnya buat diri sendiri, royal kalo sama pacarnya (hehehe), dan tegas dalam pengeluaran untuk kebutuhan. Jadi, jelas kita berdua harus belajar mengenai investasi, kredit, proyeksi kebutuhan, dan sebagainya yang urusannya sama uang. Makanya kita sering banget menyempatkan membahas urusan finansial ini ketika lagi kencan, dan sebut saja namanya financial dating.
Awalnya, saya berencana mau ambil pinjaman pegawai dari kantor yang jumlahnya lumayan banyak. Tujuan pemakaiannya untuk tiga hal, yaitu beli kebutuhan rumah tangga sekitar 20%, sumbang dana nikahan 20% (fyi, our wedding will be payed Inshaa Allah by our parents, kita berdua bantu dikit-dikit), sisanya mau di puter di Reksadana. Kalo nabung, sudah setahun ini saya punya 3 tabungan rencana yang akan dipakai di belasan tahun mendatang. Jadi saya hanya ingin ada tambahan ‘keran’ sebagai pemasukan tambahan. Setelah menjabarkan kebutuhan (kehidupan kecil) kita selama dua tahun mendatang, kita bagi tugas: saya yang akan urus keuangan dan kebutuhan sehari-hari, termasuk efektivitas pengeluaran dan efisiensi penggunaan, Mas Gepeng yang akan mencari uang, memberikannya, dan yang paling mendasar, dia yang cari rumah dan pusat konsultasi beserta ijin pelaksanaan semua rencana saya.
Setelah banyak obrolan macam-macam, ini beberapa hal yang akhirnya kita putuskan.
Jadi pinjem uang di Bank?
Jadi, tapi dengan jumlah sepertiga dari rencana awal. Kalo kata Mas Gepeng gini, “kita pinjem sesuai yang bakal kita pake aja, kan ga tau tahun-tahun ke depan kondisi kita kaya apa, jadi liat kita aman bayarnya sampe kapan. Lagian, kenapa pake pinjem duit di bank? First of all, we need money. And our saving let it be our saving. Ga usah di utak atik, “buat sekolah anak-anak”, kata Mas Gepeng. Jadi kebutuhan yang lebih pendek kita penuhi dari gaji (setelah dikurangi tabungan 30%) dan uang pinjaman bank. Pinjam di bank pun akan membuat kita lebih tertib bayar, selain karena memang terikat secara hukum, saya kan kerja di bank, malu keles kalo jadi nasabah ‘hitam’.
Mau tinggal di mana? Rumah atau apartemen? Beli apa ngontrak?
Setiap keluarga selalu pingin punya rumah (dan lepas dari keluarga), termasuk saya dan Mas Gepeng. Nah untuk hidup kita beberapa tahun ke depan, kita pilih rumah kontrakan. Alasan utamanya ga lain dan ga bukan adalah, uang kita belum cukup untuk beli rumah. Pinjem kredit? GILA! Kalo kita beli rumah pake kredit yang akan bikin kita menikmati cuman 50% dari gaji (belom nabung juga) selama belasan tahun, dan itu juga berarti kita akan hidup sangat amat ngirit, well, I don’t want my family seems like very pathetic. Lagian kerja di bank punya ‘risiko’ mutasi yang super unpredictable, kalo punya rumah, rasanya bakalan susah kalo akhirnya saya nanti mutasi. Selanjutnya, itu tugas Mas Gepeng buat cari deh tuh rumah kontrakan.
Kebutuhan rumah tangga apa aja yang mau di beli duluan?
Jelas lah, KULKAS dan MESIN CUCI (yakeleees nyuci pake tangan bok hari gini) hahahaha. Alhamdulillah udah punya kendaraan, televisi, laptop, DVD, kipas angin, lemari kecil, meja kecil, dan kecil-kecil lainnya. Jadi yang bakalan di beli paling ya itu tadi dua pertama, lalu AC, kasur, dipan (ini rencananya desain sendiri), lemari, peralatan dapur kaya kompor, panci, piring, gelas, ceret, termos, terus perkakas lain macam sapu, ember, gitu-gitu. Semuanya bakal di beli cicil mulai dari bulan depan. Biar selo aja gitu belanjanya.
Gimana saya akan mengatur uang kami berdua?
Ini masalah yang kebanyakan dikhawatirkan sama anak muda ingusan yang mau nikah muda. Masalah uang emang sensitif, semua tau. Tapi kalo pasangan kooperatif sih harusnya lancar-lancar aja. Saya bahagia punya calon suami yang sangat kooperatif membahas masalah ini, dan punya prinsip: uang suami buat hidup keluarga, uang istri TERSERAH mau diapain si istri. Hahahahaha gilaaaa happy banget ga tuh! Yaa pembagiannya sih jadinya gini, uang suami untuk kebutuhan primer dan tersier kaya sewa rumah, perawatan mobil, makan, minum, kesehatan, terus uang saya buat beli yang sekunder kaya baju, sabun mandi, alat make up, sepatu, tas kondangan, buku bacaan, dan sebagainya. Uangnya di taroh dimana? Di rekber alias rekening bersama yang di pegang SAMA SAYA! Aduh ini happynya kebangetan! Hahahaha. Entah ini Mas Gepeng lagi keleyengan atau sakit kepala, he trust me as an accountant of our family. (Pas saya ceritain ini ke keluarga, hampir semuanya kaget dan tidak rela. Ya emang, sekeluarga tau banget saya ini paling kacrut urusan pegang duit hahahaha, ini malah jadi pengelola keuangan keluarga. Kakak perempuan saya bilang gini, “yaudah nanti gue mau bilang si Gepeng ah supaya jangan kasih uang ke elo”. Laaaaaaahh -__________-)
Begitulah segala rencana dan cara untuk membangun keluarga kecil kami agar memiliki hidup yang sejahtera, at least we can have a fish for dinner and Andakar Steak in the weekend. Pelan pelan kami belajar soal investasi and create a passive income, tapi semua tidak harus segera. Awalnya saya sempat kepikiran gimana besok hidup berdua, dengan modal segini, pendapatan segitu, kebutuhan banyak. Dengan latar belakang anak bontot manja minji yang like a (laknat) boss banget kelakuannya, jujur saya sempat khawatir akan hidup yang starts from the very beginning. Tapi ternyata prosesnya nikmat kok, nikmat banget malah. Saya benar-benar enjoy memikirkan apa aja yang bisa kita makan dengan uang segini, apa aja yang bisa kita beli, pengeluaran mana yang harus di tekan untuk memenuhi yang lain. A good process will lead to another good things, rite? So, what shud we prepare next? And what will we have to deal with? I’m ready.
So, what is ‘financial dating’ by the way?
Sebagai orang yang perhitungan tapi suka berfoya-foya (HAHAHA), saya dan Mas Gepeng melihat perlunya kita memiliki skill soal ngatur uang ke tempat yang benar. Saya terbiasa financial planning sejak udah punya uang sendiri, tapi jeleknya saya tidak terbiasa saving alias nabung, dan suka kebablasan ‘membahagiakan’ diri sendiri dengan jajan agak berlebih. Mas Gepeng adalah seorang yang jago nabung, tapi belom investment oriented. Dia bisa super irit pake duit khususnya buat diri sendiri, royal kalo sama pacarnya (hehehe), dan tegas dalam pengeluaran untuk kebutuhan. Jadi, jelas kita berdua harus belajar mengenai investasi, kredit, proyeksi kebutuhan, dan sebagainya yang urusannya sama uang. Makanya kita sering banget menyempatkan membahas urusan finansial ini ketika lagi kencan, dan sebut saja namanya financial dating.
Awalnya, saya berencana mau ambil pinjaman pegawai dari kantor yang jumlahnya lumayan banyak. Tujuan pemakaiannya untuk tiga hal, yaitu beli kebutuhan rumah tangga sekitar 20%, sumbang dana nikahan 20% (fyi, our wedding will be payed Inshaa Allah by our parents, kita berdua bantu dikit-dikit), sisanya mau di puter di Reksadana. Kalo nabung, sudah setahun ini saya punya 3 tabungan rencana yang akan dipakai di belasan tahun mendatang. Jadi saya hanya ingin ada tambahan ‘keran’ sebagai pemasukan tambahan. Setelah menjabarkan kebutuhan (kehidupan kecil) kita selama dua tahun mendatang, kita bagi tugas: saya yang akan urus keuangan dan kebutuhan sehari-hari, termasuk efektivitas pengeluaran dan efisiensi penggunaan, Mas Gepeng yang akan mencari uang, memberikannya, dan yang paling mendasar, dia yang cari rumah dan pusat konsultasi beserta ijin pelaksanaan semua rencana saya.
Setelah banyak obrolan macam-macam, ini beberapa hal yang akhirnya kita putuskan.
Jadi pinjem uang di Bank?
Jadi, tapi dengan jumlah sepertiga dari rencana awal. Kalo kata Mas Gepeng gini, “kita pinjem sesuai yang bakal kita pake aja, kan ga tau tahun-tahun ke depan kondisi kita kaya apa, jadi liat kita aman bayarnya sampe kapan. Lagian, kenapa pake pinjem duit di bank? First of all, we need money. And our saving let it be our saving. Ga usah di utak atik, “buat sekolah anak-anak”, kata Mas Gepeng. Jadi kebutuhan yang lebih pendek kita penuhi dari gaji (setelah dikurangi tabungan 30%) dan uang pinjaman bank. Pinjam di bank pun akan membuat kita lebih tertib bayar, selain karena memang terikat secara hukum, saya kan kerja di bank, malu keles kalo jadi nasabah ‘hitam’.
Mau tinggal di mana? Rumah atau apartemen? Beli apa ngontrak?
Setiap keluarga selalu pingin punya rumah (dan lepas dari keluarga), termasuk saya dan Mas Gepeng. Nah untuk hidup kita beberapa tahun ke depan, kita pilih rumah kontrakan. Alasan utamanya ga lain dan ga bukan adalah, uang kita belum cukup untuk beli rumah. Pinjem kredit? GILA! Kalo kita beli rumah pake kredit yang akan bikin kita menikmati cuman 50% dari gaji (belom nabung juga) selama belasan tahun, dan itu juga berarti kita akan hidup sangat amat ngirit, well, I don’t want my family seems like very pathetic. Lagian kerja di bank punya ‘risiko’ mutasi yang super unpredictable, kalo punya rumah, rasanya bakalan susah kalo akhirnya saya nanti mutasi. Selanjutnya, itu tugas Mas Gepeng buat cari deh tuh rumah kontrakan.
Kebutuhan rumah tangga apa aja yang mau di beli duluan?
Jelas lah, KULKAS dan MESIN CUCI (yakeleees nyuci pake tangan bok hari gini) hahahaha. Alhamdulillah udah punya kendaraan, televisi, laptop, DVD, kipas angin, lemari kecil, meja kecil, dan kecil-kecil lainnya. Jadi yang bakalan di beli paling ya itu tadi dua pertama, lalu AC, kasur, dipan (ini rencananya desain sendiri), lemari, peralatan dapur kaya kompor, panci, piring, gelas, ceret, termos, terus perkakas lain macam sapu, ember, gitu-gitu. Semuanya bakal di beli cicil mulai dari bulan depan. Biar selo aja gitu belanjanya.
Gimana saya akan mengatur uang kami berdua?
Ini masalah yang kebanyakan dikhawatirkan sama anak muda ingusan yang mau nikah muda. Masalah uang emang sensitif, semua tau. Tapi kalo pasangan kooperatif sih harusnya lancar-lancar aja. Saya bahagia punya calon suami yang sangat kooperatif membahas masalah ini, dan punya prinsip: uang suami buat hidup keluarga, uang istri TERSERAH mau diapain si istri. Hahahahaha gilaaaa happy banget ga tuh! Yaa pembagiannya sih jadinya gini, uang suami untuk kebutuhan primer dan tersier kaya sewa rumah, perawatan mobil, makan, minum, kesehatan, terus uang saya buat beli yang sekunder kaya baju, sabun mandi, alat make up, sepatu, tas kondangan, buku bacaan, dan sebagainya. Uangnya di taroh dimana? Di rekber alias rekening bersama yang di pegang SAMA SAYA! Aduh ini happynya kebangetan! Hahahaha. Entah ini Mas Gepeng lagi keleyengan atau sakit kepala, he trust me as an accountant of our family. (Pas saya ceritain ini ke keluarga, hampir semuanya kaget dan tidak rela. Ya emang, sekeluarga tau banget saya ini paling kacrut urusan pegang duit hahahaha, ini malah jadi pengelola keuangan keluarga. Kakak perempuan saya bilang gini, “yaudah nanti gue mau bilang si Gepeng ah supaya jangan kasih uang ke elo”. Laaaaaaahh -__________-)
Begitulah segala rencana dan cara untuk membangun keluarga kecil kami agar memiliki hidup yang sejahtera, at least we can have a fish for dinner and Andakar Steak in the weekend. Pelan pelan kami belajar soal investasi and create a passive income, tapi semua tidak harus segera. Awalnya saya sempat kepikiran gimana besok hidup berdua, dengan modal segini, pendapatan segitu, kebutuhan banyak. Dengan latar belakang anak bontot manja minji yang like a (laknat) boss banget kelakuannya, jujur saya sempat khawatir akan hidup yang starts from the very beginning. Tapi ternyata prosesnya nikmat kok, nikmat banget malah. Saya benar-benar enjoy memikirkan apa aja yang bisa kita makan dengan uang segini, apa aja yang bisa kita beli, pengeluaran mana yang harus di tekan untuk memenuhi yang lain. A good process will lead to another good things, rite? So, what shud we prepare next? And what will we have to deal with? I’m ready.