

Listening: Home is Where the Hatred is by Gil Scott-Heron // Can’t Sleep Love by Pentatonix // Sorry by Justin Bieber // Sleeptalk by Up Dharma Down // Suis Moi by Hans Zimmer // Crystal by Oh Monster and Men // Photograph by Ed Sheeran // All My Days by Alexi Murdoch // Miracles by Coldplay // Wonderfilled Anthem (Oreo Cookies) by Owl City // Hero by Family of The Year.
Reading: Kejutan hidup memang tidak bisa diterka, termasuk ketika Danar Danar, a good young man (and maybe handsome), hadir dalam kehidupan Tania sebagai seorang ‘malaikat penolong’. Keluarga Tania yang semula miskin akhirnya kembali merasakan hidup layak. Tidak ada lagi tidur di rumah kardus, tidak ada lagi mengamen lagu dewasa di angkutan kota, tidak ada lagi kaki telanjang menginjak paku. Ibu, Tania, dan adiknya Dede menata kembali hidup mereka menuju masa depan cerah. Cerita muluk ini memang terdengar biasa saja, sampai akhirnya Tere Liye memunculkan cinta yang dirasakan Tania sejak usia dini kepada pemuda yang usianya jauh lebih tua sekian tahun itu.
Buku yang saya ulas singkat barusan adalah karya Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Bercerita melalui sudut pandang Tania, cerita sederhana ini menguat dengan analogi khas yang diciptakan Tere Liye untuk si pemeran utama. Kepribadian Tania kuat sekali. Semuanya konsisten dari awal sampai akhir. Perasaan kagum yang tumbuh benar menjadi cinta diceritakan dengan bahasa dan alur yang saya akui, sangat dramatis. Prosesnya terasa sekali. Segala hal tentang keposesifan Tania, konflik batin, dan semangatnya, jadi angin yang menggebu mengalunkan cerita demi cerita pendamping lainnya. Penggambaran tokoh pun semuanya pas! Feels like I’d feel the emotion in each character.
Pada akhirnya, buku bertajuk Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dari Tere Liye, yang merupakan buku pertamanya yang saya baca, meninggalkan bekas menagih untuk kembali menikmati cerita di judul yang lain. Sama seperti buku kedua yang akan saya ulas, Antalogi Rasa karya Ika Natassa.
Saya pernah membaca buku Ika Natassa yang Critical Eleven (pernah saya ulas disini), dan perlu waktu untuk menemukan buku lain Ika Natassa yang tepat untuk saya baca. Antologi Rasa menyajikan cerita cinta rumit pabeulit yang muncul diantara sebuah circle persahabatan. Cerita kosmopolis seperti ini sebenarnya sudah umum dijadikan sebuah cerita. Harris menyukai Keara, Keara menyukai Ruly, Ruly menyukai Denise, Denise sudah punya suami. Rumusan klasik itu dikemas dengan menggunakan beberapa sudut pandang masing-masing tokoh dan twist khas Ika Natassa.
Since Critical Eleven, I do love how the way Ika Natassa write romance. Di Antologi Rasa, kisah cinta klasik tapi punya ending yang berbeda di masing-masing kisah, dan karena datangnya dari orang yang umurnya early adulthood, rasanya jadi lebih dekat dengan ceritanya. Ika Natassa pun selalu berbagi banyak informasi lewat penjelasannya yang super detail (yes she’s damn good about details and associate). Meskipun secara keseluruhan novel ini kurang nggigit, saya lumayan menikmati alurnya yang ringan dan santai. Bacaan yang cocok kala hujan dan ingin berimajinasi tentang sakit hati.
P.S.: All photo courtesy of Justina Blakeney and her’s the Jungalow. Seriously, I’m a fan.