

Selasa, 8 Maret 2011. Singing: Go Do by Jonsi
Kami bertujuh memulai pengarungan dengan ga semangat hari ini. Cuaca panas, sarapan nasi kuning porsi kucing, perjalanan dari Jogja-Magelang naik motor yang menjenuhkan, terus perjalanan dari Mendut ke Kandangan selama 2 jam dengan mobil butut yang juga sangat menjenuhkan. Hari ini first descent saya mengarung sungai Progo Atas rute Kandangan, dan beberapa teman juga begitu. Even so, we feel like this is just a river -and it was, nothing special.
Menurut saya sungai ini cantik. Pemandangannya bagus, lebarnya pas, variasi jeramnya banyak, banyak air terjun kecil-kecil, dan sungainya panjang. Untuk yang mau latihan manuver dan reaksi dayungan sungai ini bisa kok memfasilitasi itu. Sayangnya pas kami turun kemarin airnya lagi ga tinggi, jadinya saya kesulitan dapet bonus*. Bahkan ada jeram-jeram yang ada rute-nya. Tapi sepertinya hal itu ga kasih pengaruh positif yang berarti.
Perahu kami hawanya seperti sedang dijajah, there’s unknown pressure inside and outside, boredom, we have no regret about changing from dissonance cognition to consonance, oh we have so bad mood today. Kami menyadari bahwa perahu ini sungguh ga ada geregetnya, dan salah kami juga ga bawa MP3 player buat nyetel lagu Geregetannya Sherina. Zzzzz.
Hal itu kami evaluasi sekenanya. Sekali muncul berapi-api, terus ilang lagi. Sekali muncul, terus ilang lagi. Malahan durasi munculnya jauh lebih sedikit dari pada pas ilang. Hal itu terus berlangsung sampe kita akhirnya sampe di perbatasan DAM. Awalnya kita menyetujui untuk mem-portaging** perahu ke darat. Tapi kemudian saya nyeletuk: “Yah, ini mah kita turunin aja gapapa tau.”
Saya pernah terjun (dengan perahu karet tentunya) dari DAM setinggi 3 meter di Sungai Telaga Waja, Bali, tahun lalu dan itu -demi tuhan, super asiksiksikks. Akhirnya semua menyetujui sambil tegang setegang-tegangnya. Mungkin lebih tegang daripada kondisi lelaki yang abis mimpi basah di pagi hari. Ups.
Kemudian kami bersiap dan mulai mendayung di sungai yang banyak banget pendangkalannya. Nah pas ada di puncak DAM-nya, perahu stuck diem di tempat. Air yang terjun emang tipis tapi masa sampe nyangkut begini? Ngopo ki cah? Saya yang duduk di depan udah di ujung udel banget, udah cuman liat turunan udara yang ga ada dasarnya. Lalu sang kapten berteriak: “Bispak kamu pindah depan!”
Lalu seorang Purwokerto yang beratnya 70 kilo itu berdiri dari duduknya dan pindah, perahu bergerak langsung ke depan. Semua udah dalam posisi terjun dan: kyaaaaaaaaaaaaaaaaa! Semuanya berteriak a la Ran Mouri. PLAAAASSSHH! Air yang banyak sekali menyiprat ke muka saya dan Partner. Ini ni yang namanya bonus 360 derajad. Satu kata buat sensasi ini: WIH!
Kalian ga bakal tau sensasinya kalo cuma baca cerita ini, coba sendiri. Bisa di sungai ini atau di Bali. And the point of this story is the DAM it self. Semua begitu terasa plong. Semua begitu terasa, woaaaah. Kami merasa begitu sungguh menjadi lebih baik, especially our mood. Jeram-jeram berikutnya kami lewati penuh dengan semangat dan tertawaan. Kaya abis dapet siraman air suci dari Dewi Kwan In, wow perahu kami rasanya hidup sekali. Ternyata menjadi atlet emang ga enaknya ini, kami jarang merasakan sensasi spesial yang menggugah, kami jarang memikirkan cara bersenang-senang yang out of the activity. Kami terlalu menikmati main stream yang membosankan. Alasan ini yang akhirnya menguatkan rencana kami untuk liburan dulu ke Pandawa sebelum berangkat lomba.
Selesai pengarungan kami bebersih lalu berkumpul dalam kamar. Mentertawakan semua yang terjadi sepanjang pengarungan, dari Lukvi yang nemplok di tebing tapi ga bisa manjat, sampe finish pengarungan yang nyeleneh. Lalu ada evaluasi juga, dan kabar gembira mengenai donatur yang akan membantu keuangan kami untuk berangkat lomba besok. Kamar itu terasa hangat sekali, mengalahkan dinginnya hujan deras yang dari sore membasahkuyupkan kota Magelang. Lalu pukul 7 malam kami pulang ke Jogja, dan berhenti di pertengahan jalan Magelang untuk ditraktir burger sama Greya. Kami berenam tanpa Bispak duduk menggembel di pelataran Indomaret dan makan burger sambil foto-foto.
Entah ada dewi fortuna atau dewi kwan in atau maha dewi atau dewi 19, thanks Lord for this beautiful Tuesday. Thanks for the friendship You blessed, the money You send, the burgers, telor asin and Pocari Sweat, for the rain and stones, for colorful rain coat, for every sensasion You gave, thank you very much. Please bless us for the championship and make us feel the first descent of being champion.
Klik disini untuk cerita pengarungan ini dari blog lain 🙂
*Bonus= Standing wave yang menciprat ke badan, yang sensasinya, wohoooo, menyegarkan!
**Portaging= Teknik mengangkat perahu di daratan.